Shea Dan Ursa Dalam Kisahnya Di Journey

By Surya R. Labetubun - July 18, 2012


Judul Buku          : Journey (Ksatria Peri Dari Negeri Bawah Tanah dan Ursa, Beruang kecil)
Penulis                : Mhimi Nurhaeda Demmu dan Athe’ Lathief
Editor                  : Nina Firstavina
Penerbit              : Udara Publishing, Makassar
Distributor           : OMI Production
Tahun terbit        : 2011, Desember
Cetakan              : Pertama
Tebal buku          : Cover  1 (ix,  126 halaman) + Cover 2 (x, 170 halaman)
Dimensi buku       : 205 mm x 147 mm x 17 mm
Kategori              : Cerita fiksi
ISBN                    : 978-979-780-591-9   


Jika kelak kita ditakdirkan bertemu, 
Kuharap kita punya cerita lain selain kenangan 
(Journey – Ksatria Peri Dari Negeri Bawah Tanah Chapter 15 – Ksatria Peri Dari Negeri Bawah Tanah, halaman 123)  

Aku menulis tentang dia, 
Aku menulis tentang kita, 
Aku menulis tentang cinta, 
Tapi, aku lupa menulis tentang kematian
(Journey – Ursa, Beruang Kecil, Chapter 20 – Obituari Untuk Nawa, halaman 152 - 153) 

Kutipan di atas merupakan penggalan favorit dari masing-masing bagian cover Journey, dimana novel ini menjadi media pengungkapan pandangan dari kedua penulis yang memiliki aksen berbeda. Mereka merajut cinta dengan cara masing-masing, jatuh cinta dengan alur tak sama, mengasihi dengan ekspresi yang berbeda. Novel ini menjadi kaya akan perwujudan dari olahpikir mereka. Baik Mhimi maupun Athe’ nampak leluasa menuangkan perjalanan cinta mereka, membuat kita menjadi Shea sekaligus Ursa.

Ini bukan karya yang mengawinkan 2 tokoh atau kisah, mereka berjalan di rute masing-masing dengan saling menggenggam erat tangan satu sama lain. Gaya Mhimi Nurhaeda Demmu yang spontan, segar, dan mendalam namun pada novel ini mampu hadir dengan sosok baru, sensitif, melankolis, dan menjadi wanita pejuang cinta. Shea menjadi perwujudan dari wanita kekinian yang ingin digambarkan Mhimi. Mengejar cintanya ke berbagai pelosok bumi, memungut serpihan-serpihan kenangan yang tidak sedikit mengorbankan air mata pun juga gelak tawa, menampakkan sisi tegarnya, dan bagaimana dia hidup dalam setiap kenangan masa kecil dan cinta masa lalunya. 

Athe’ Latief yang meski terbilang baru terjun dan menjadi ‘basah’ dalam dunia penulisan mampu mempersembahkan karya berbobot, syarat dengan nilai-nilai kehidupan dan spiritualitas. Penulis yang satu ini menghantarkan kita menikmati lembar demi lembar dari perjalan Ursa Minore, membuat pembaca begitu jelas dengan penggambaran tokoh dan kisah yang dipersembahkan, seolah-olah sosok Ursa sendiri yang bercerita tentang dirinya. 

Konsep satu buku dengan 2 cover memang bukan yang pertama. Namun, identitas dari novel ini tertumpu pada dua penulis yang menceritakan tokoh mereka dengan alur mereka masing-masing. Ini seolah mengupas isi otak 2 orang dengan sebuah masalah yang sama. Ini bukan tentang sebuah buku yang digabung antara jilid 1 dan 2 tapi sebuah buku dengan satu masa, satu hal mengenai cinta akan tetapi punya kediriannya sendiri. Hal ini dapat dilihat dari sudut pandang yang digunakan untuk membangun karakter Shea adalah buah pikiran Mhimi yang sejatinya memang seorang wanita dan bagaimana dia memaknai perjalanan cinta itu sedangkan peran Ursa yang disetting apik oleh Athe’ juga menampakkan karakternya sendiri.

Dengan membaca novel ini pembaca diajak untuk mengetahui bagaimana seorang pria dan wanita memaknai cinta.  Bagaimana rasanya dicintai oleh seorang pria atau wanita? Pihak mana yang begitu emosional ketika dilanda cinta?

  • Share:

You Might Also Like

0 comments