Masyarakat Menengah Terdidik, Ujung Tombak Perubahan

By Surya R. Labetubun - May 17, 2014

Selasa malam. Di tengah para pengunjung mall yang padat. Tepat di pojok sebuah warung kopi dengan desain interior yang tak primitif. Warung kopi dengan nama yang cukup terkenal di kota Daeng ini. Berimpitan di sebuah sofa empuk dan beberapa kursi kayu berwarna hitam. Lengkap dengan sebuah colokan untuk meng-charger gadget yang sekarang ini lebih mudah low batteray. Dan mereka pun bertemu.

Di malam yang sebelumnya dimulai dengan guyuran langit. Untungnya tidak sederas biasanya. Hanya gerimis yang menyebalkan. Datangnya hampir membuat orang-orang membatalkan janji mereka. Padahal langit hanya sebentar menangis. Sebentar dengan volume air yang sangat sedikit. Yang jelas, malam itu udara cukup dingin. Cukup memberi alasan untuk menggunakan jaket saat hendak meninggalkan rumah. Dan mereka pun berbincang.

Kali ini, perbincangan kami dilaksanakan di sebuah warung kopi. Beberapa orang bertemu. Di antara orang-orang yang bertemu itu. Tak sedikit yang telah saling mengenal. Berkenalan dalam sebuah wadah. Untuk satu alasan tentunya. Tampak beberapa orang pria dan perempuan yang tengah berbincang.
Ilustrasi komunikasi dimana berita dapat menyber dengan luas.
Sumber : www.satulingkar.com

Pertemuan di malam itu, mempertemukan seorang utusan dari pusat, direktur serta beberapa pengurus penting NGO yang fokus pada isu lingkungan, pemantauan media, dan peningkatan mutu pelayanan, dan juga 3 orang kader mereka. Mereka yang disebut kader ini. Ialah orang-orang yang sebelumnya telah diajar menulis. Bukan hanya sekedar menulis dalam pengenalan aksara. Lebih dari itu, mereka diajar menulis tentang realitas sosialnya. Mereka yang eksitensinya semakin bertambah.

Mereka ini yang sempat dikategorikan sebagai pengacau dalam dunia jurnalis. Lebih karena produk tulisan mereka kadang dianggap tidak sesuai dengan kaidah jurnalis yang semestinya. Juga karena mereka dianggap tidak berkompeten dalam mewartakan berita. Mereka yang kini justru lebih banyak bersinggungan dengan media mainstream. Yang bahkan disediakan satu wadah khusus di saluran televisi swasta dalam penyampaian berbasis video. Mereka disebut para Jurnalis Warga atau lebih keren dalam istilah asing Citizen Journalist.

Jurnalis Warga? Perannya?
Jurnalis warga. Mereka adalah masyarakat atau warga yang bertugas untuk menyampaikan berita kepada hal layak. Yang dalam penyampaiannya, mereka dapat menggunakan media tulisan, video, atau bahkan hanya gambar saja. Mereka dapat dengan leluasan membagikan informasi yang dimiliki dengan beragamnya jejaring sosial dalam pemanfaatan gadget mereka. Secara garis besar, jurnalis warga didefinisikan sebagai proses penyampaian berita dari warga untuk warga.

Berkembangnya tren semacam ini. Tren dimana keterbukaan informasi menjadi sebuah tuntutan. Tren dimana dengan banyaknya pemanfaatan media sosial yang ada, untuk berbagi informasi kepada banyak orang. Namun, menjadi penting agar para pewarta ini. Seyogyanya memperoleh pengetahuan tentang kaidah jurnalis terlebih dahulu. Karena bagaimana pun juga, menulis punya aturannya sendiri.

Berkaitan dengan jurnalis warga, lantas dalam struktur masyarakat siapakah mereka? Mereka dikategorikan sebagai masyarakat menengah terdidik. Mengapa demikian? Jika kita mau melihat lebih dalam. Masyarakat kelas ekonomi ke atas, sebagai pihak yang dengan mudah memperoleh hal yang diinginkan. Tidak cukup mengeluarkan banyak keringat, mereka cukup merogoh kocek mereka untuk menuntaskan hajatnya. Lain lagi dengan mereka yang kurang terdidik. Mereka tentu memiliki orientasi yang berbeda dalam berkehidupan sosialnya. Berbeda dengan masyarakat menengah terdidik, mereka berada di wilayah orang-orang aktif yang sedang menyuarakan aspirasinya. Mereka hanya perlu disediakan wadah dan diberdayakan.

Jika sudah seperti ini. Lantas, apakah eksistensi dan fungsi para jurnalis warga ini hanya sampai pada penyebaran foto saja? Atau hanya pada bagaimana mereka mahir menulis? Dan menjadi model pada salah satu video unggahannya? Tentunya tidak. Jurnalis warga justru dapat memainkan perannya dengan apik. Tidak melulu menjadi warga negara yang baik dan diam. Mereka justru memiliki ruang untuk bertindak aktif.

Peranan para jurnalis warga yang utama ialah dengan mengangkat isu penting di lingkungan sekitarnya. Semisal dengan menyoroti tingkat pelayanan publik yang minim pada instansi pemerintahan di daerahnya. Atau mem-publish hal positif, sehingga diharapkan mampu memberi stimulan bagi daerah lainnya untuk memaksimalkan potensi-potensi yang mereka miliki. Tidak peduli apakah hal yang disoroti positif atau negatif. Para jurnalis warga ini diharapkan memiliki tingkat kepekaan sosial yang tinggi. Sehingga, mampu mengangkat isu-isu penting ini menjadi konsumsi publik guna mewujudkan kehidupan yang lebih baik.

Masyarakat bisa saja mewartakan kerumitan mereka saat berurusan dengan birokrasi yang berbelit. Atau mungkin tidak memperoleh pelayanan yang baik. Seperti kasus bayi yang meninggal karena lambatnya memperoleh tindakan medis dari pihak rumah sakit di Sulawesi Selatan. Alasan keterlambatannya, hanya karena orang tua si bayi tidak memiliki berkas lengkap untuk memasukkan anaknya yang sekarat itu di rumah sakit tersebut. Alih-alih menolong, bahkan para suster penjaga itu justru menujukkan ekspresi tak peduli. Hal ini diberitakan. Menuai banyak protes tentunya. Bahkan rumah sakit tersebut diberi peringatan dari pemerintah setempat dan dilakukan penyelidikan lengkap.

Lain lagi kassus di tahun 2013 lalu. Ramai-ramai publik dikagetkan dengan berita tentang kisah hidup memilukan Taspirin. Anak lelaki yang kini berusia sekitar 13 tahun. Dirinya hidup sebagai tulang punggung keluarga. Anak ini mesti menghidupi 3 orang adiknya. Fenomena Taspirin ini menjadi hal yang banyak dibicarakan. Yang justru semakin heboh karena maraknya pemberitaan di berbagai media.

Ilustrasi tentang media
Sumber : jurnalistikpraktis

Untuk kasus Taspirin, efek pemberitaan ini menghasilkan sebuah nomor rekening atas nama Taspirin dibuka. Hal ini memancing sisi kemanusiaan para pembaca kisahnya. Juga menjadi otokoreksi agar seseorang senantiasa bersyukur untuk kondisi-kondisinya, yang mungkin jauh lebih baik dari anak lelaki ini. Yang bahkan di sisi lain, merupakan realitas yang menujukkan bagaimana konsistensi pemerintah dalam melayani rakyatnya. Realitas ini menunjukkan bagaimana Taspirin menjadi bagian dari kemiskinan struktural yang terjadi di daerahnya.

Sebegitu dahsyatnya peran media dan gelombang jejaring sosial, sehingga mampu menggerakkan para manusia. Hal inilah yang dianggap perlu, sehingga para warga (jurnalis warga) sebagai pihak yang paling dekat dengan realitas sosial untuk menjadi ujung tombak perubahan. Juga memberi efek jera bagi yang berperilaku buruk, guna meminimalisir tindakan merugikan pihak-pihak tidak bertanggung jawab ini. Maka sebagai bagian dari masyarakat menengah terdidik, masing-masing jurnalis warga ini memperoleh tanggung jawab sebagai bagian dari perubahan.

Para jurnalis warga ini, tidak hanya mampu mewartakan kejadian saja. Tetapi mereka juga diharapkan mampu menggiring masyarakat menjadi cerdas. Semisal dengan mewartakan secara terperinci dan sistematis pengurusan kartu kesehatan. Atau mereka dapat mendorong agar instansi tertentu melampirkan SOP-nya dengan jelas. Dapat pula meminta pemerintah menyosialisasikan aturan atau perda yang berkaitan langsung dengan hajat hidup orang banyak. Sehingga masyarakat bisa dengan mudah dan nyaman dalam menyelesaikan urusan mereka. 


*Tulisan ini juga dimuat pada di sini

  • Share:

You Might Also Like

0 comments