Polemik Wanita - Terik Matahari, Timbangan, Dan Ramuan Kecantikan

By Surya R. Labetubun - October 23, 2010

Tepat pukul 14.25, saat terik matahari mulai mengalah membakarhangus atau setidaknya memanasi bumi. Andika mengajakku bermainbasket di halaman rumahnya bersama teman-teman kelasku di SMAN 1 Cakrawala. Aku pun merespon ajakan itu dengan gerakan tubuh berjingkrak-jingkrak--memberi kesan sangat bahagia.

Aku lalu masuk ke kamar mengambil sport shoes-ku dan mengganti bajuku, kemudian berlari menuruni tangga menuju teras menghampiri Andika yang sudah menungguku, tiba-tiba suara Mom--panggilan kesayanganku dan kakak-kakakku terhadap Ibu, menghalangi kepergianku, "Anggun, mau kemana?"

"Ke rumah Andika", jawabku singkat.

Mom kemudian berjalan mendekatiku, melihat penampilanku, lalu bertanya pada Andika, "Kalian tidak akan belajar kelompokkan?"

"Tidak Bu, kami mau main basket", jawab Andika sopan.

"Tapi cuaca sangat cerah bahkan terasa panas saat ini, sebaiknya kalian bermain basket jam 4 saja", komentar Ibu.

"Tapi teman-temanku sudah keburu pulang Mom", ujarku manja, berharap Mom mau menerima alasan klise-ku disertai dengan raut wajah yang ku buat cukup memelas, itu menurutku.
"Terik matahari bukan sesuatu yang baik untukmu Anggun, mengerti!"

"Tapi Mom".

"Maaf yah Andika, nanti jam 4 kamu kembali lagi menjemput Anggun untuk bermain basket".

"Iya Bu. Aku pulang dulu yah Anggun. See you", ujarnya sambil tersenyum puas untuk sebuah kemenangan atas 'terik matahari' yang diperolehnya, hanya karena dia seorang pria. Lalu Andika beranjak meninggalkan kami, meninggalkan ku dalam suasana dimana seorang wanita harus menjalani masa karantina di saat matahari bersinar menerangi bumi.
"Mom", ujarku menyapa Mom, mencoba membela hak untuk memperoleh kesamaan perlakuan atas diriku.

"Kenapa aku tidak boleh bermain di bawah terik matahari?Kenapa Ariel atau teman-teman priaku boleh? Kenapa terikmatahari hanya diperuntukkan bagi sebagian besar kaum Adam?", ujarku mendetail.
"Karena kamu seorang wanita, sayang", jawab Adinda, kakakku, sambil melangkah maju mendekati Mom kemudian mencium kedua sisi pipi Mom sambil tersenyum riuh melihat penampilanku yang lebih seperti seorang aktris yang sudah berdandan untuk tampil pada sebuah drama, tapi tiba-tiba tidak bisa pentas hanya karena sebuah pengumuman yang mengejutkan, bahwa semua pemeran dalam drama itu adalah PRIA.
"Mana suamimu Adinda?", tanya Mom.

"Mas Rizal masih di Padang Mom".

"Kapan proyeknya selesai?".

"Bulan depan Mom".

"Hello, i'm here. Aku manusia juga lho, memangnya aku kacang, lantas dikacangin", celetukku sambil memasang muka cemberut.Mom dan kakakku, Adinda, hanya tertawa melihat reaksiku.

"Yang bilang kamu kacang siapa, lagian kalau kam kacangmendingan dibikin selai kacang terus dimakan dengan roti. He...he...he....".

"Kakak", kali ini rona wajahku betul-betul membentuk raut wajah 'sangat cemberut'.

"Udah Adinda, jangan ganggu adikmu", tegur Mom, mencoba menangkank.

"Mom, jawab dong pertanyaanku".

"Jawabannya sama seperti jawaban kakakmu. Ya, karena kamu wanita, Anggun".

"Memangnya kenapa kalau Anggun seorang wanita? Apa terik matahari hanya diperuntukkan untuk para pria?".

"Terik matahari untuk semua alam semesta, sayang. Bukankah di sekolah kamu telah belajar, bahwa sumber cahaya bagi alamsemesta adalah matahari. Jadi matahari diperuntukkan untuk semuanya ", jawab Adinda mencoba mengingatkanku tentang fungsi matahari, pelajaran yang dahulu lebih ku kenal dengan nama Ilmu Pengetahuan Alam semasa sekolah dasar.

"Kalau memang untuk semuanya, kenapa ada pengecualianterhadap wanita?", tanyaku.

"Pengecualian? Ini bukan pengecualian, sayang. Hanya sajaterik matahari terkadang menjadi trouble bagi kita kaum wanita. Saat ini ketika semua keadaan berubah sebagai akibat dari globalisasi atas modernisasi, terjadi pula pergeseran nilai", ujar Adinda menjelaskan keadaan zaman yang menurutnya kini terlalu banyak terjadi pergeseran nilai yang tidak hanya menyentuh paradigma bahkan norma dalam kehidupan bermasyarakat kita.

"Globalisasi? Pergeseran nilai? Apa maksud dari semua itu?", tanyaku, tak mengerti dengan semua pejelasan kakakku, ngapain coba bawa-bawa globalisasi dan modernisasi, kalau yang dibahassekarang tentang makhluk yang berejenis kelamin WANITA, yaitu bagaimana seorang wanita bisa mendapat perlakuan yang sama, bagaimana dia medapatkan hak dan kebebasan layaknya yang diperoleh para pria.

"Sabar adikku. Maksudnya, dahulu seorang wanita dianggap menarik jika dia mengenakan kebaya, makai sarung atau rok sampai matakaki, sehingga paha, betis bahkan mata kakinya tak tampak, rambut mereka panjang dan hitam lekam yang terkonde rapidengan warna kulit sawo matang yang terkesan natural, itu dari segi tampilan fisik kita belum membahas masalah norma mereka,tapi sekarang dengan banyaknya pengaruh dari barat atau pihak luar yang tidak mampu kita filter melalui alat yang bernama'agama, budaya, dan aturan', imbasnya terjadi perubahan pola pikir tentang bagaimana memandang seorang wanita", ujar Adinda panjang lebar, seperti seorang ilmuwan yang baru menemukan formula baru, formula yang sangat dinanti-nanti oleh kaum ibu-ibu, yaitu formula agar suami tidak kecantol wanita lain alias berselingkuh atau alih-alih berpoligami.

"Anggun biasa lihat model-model atau style gadis-gadis ataugaya hidup dan penampilan selebritis ibukota?", tanya Mom danaku hanya mengangukkan kepala pertanda 'ya'.

"Mereka memiliki gaya hidup yang sudah cenderung ke-barat-baratan", ujar Adinda.

"Menurutmu, secara keseluruhan, sebutkan type-type cewekidola atau idaman pria saat ini. NGgak usah jauh-jauh, type cewek yang bagaimana sih yang Andika dan teman-temanpriamu suka?", tanya Adinda padaku, kemudian memperlihatkankusebuah catalog produk kosmetik dan fashion terbitan luar negeriyang dipegangnnya dari tadi.

"Coba lihat secara seksama", tegas Mom.Sembari melihat-lihat content catalog itu, Mom dan Adinda sesaatpergi meninggalkanku. Mereka pasti sedang menimbang berat badan mereka, kemudian saling mengoreksi kemulusan serta kemolekanwajahnya masing-masing, ujarku dalam hati.

Sebuah rutinitas yang selalu Mom dan kakakku lakukan setiap kali mereka bertemu.Lima belas menit kemudian mereka keluar dari 'ruang kecantikan'itu, tentunya setelah saling berkonsultasi tentang masalah kecantikan, lebih tepatnya saling mengoreksi dan memberirujukan produk mana yang terbaik.

"Bagaimana?", tanya Mom.

"Wanita seperti apa yang paling banyak menarik perhatian priasaat ini?", sergah Adinda, sambil meminum teh yang gulanya berkalori rendah dengan alasan untuk tetap menjaga keseimbangan berat badannya, bukan demi menjaga kesehatannya.

Dengan penuh kegelian melihat pola pikir tidak sedikit priayang menomorsatukan tampilan fisik setiap wanita yang ditemuinya,aku menjawab,"Seorang wanita yang proporsional menurut sebagian lelaki saat ini adalah wanita yang kulitnya putih mulus tanpa lecet sedikit pun, memiliki berat badan yang ideal atau langsing dan tentunyaberparas ayu nan cantik".

"Tepat sekali", ujar kakakku, seolah jawabanku adalah pujianbaginya.

"Maka dari itu, Mom melarangmu bermain basket saat mataharimasih bersinar terang, karena itu dapat membuat kulitmuterlihat kusam dan gelap", ujar Adinda seolah membenarkan tindakan Mom yang melarangku keluar untuk mendapatkan terikmatahari.Namun, aku segera berkata,

"Tapi aku bukan drakula yang takut sama matahari, Mom".

"Kamu tuh, memangnya Mom ini keturunan drakula. Tidak, sayang".

"Bukankah setiap wanita selalu ingin menjadi pusat perhatiandi lingkungan sekitarnya, dan selalu ingin menjadi wanita idaman pria?", tanya Adinda, mereka berdua bergantian meluncurkan pertanyaan dan argumentasi terhadap setiap reaksiku.

"Iya sih", jawabku pasrah.

"Maka dari itu jadilah sosok wanita yang proporsional itu, sayang", ujar Mom penuh harapan.

"Tidak, aku tidak mau".

"Apa maksudmu dengan tidak mau?", tanya Mom.

"Aku tidak mau menjadi wanita berkulit putih mulus yang tidakmerasakan terik matahari, yang sinarnya dikala pagi hari menjadiobat karena mengandung vitamin D. Aku tidak mau menjadi wanita yang tersiksa oleh menu diet atau menjaga lidahnya dari kelezatan makanan yang halal untuk dimakannya, hanya karena ingin mendapatberat badan yang ideal. Aku tidak mau menjadi wanita yang rumit,sulit dan ekstra perhatian terhadap wajah yang cantik denganproduk-produk yang harganya terbilang tidak murah atau denganramuan kecantikan yang baunya menyengat dan pemakaiannya banyak menyita waktuku. Aku tidak mau", ujarku mendetail namun tegas.

"Mom, bukankah tidak semua pria melihat kita wanita daritampilan fisiknya saja", tanyaku pada Mom mencoba mencari celahagar aku memenangkan perdebatan yang menurutku tidak seimbangini, bagaimana tidak ini adalah perdebatan 3 orang wanita,2 orang pro untuk tidak merasakan terik matahari, menjaga beratbadanny dan merawat kecantikan wajahnya sedang seorang lagikontra.

"Iya sayang, tapi wanita ditakdirkan menjadi makhluk yang telaten dalam hal merawat dirinya", jawab Mom mencoba mancari dukungan dari kakakku.

"Lagian, kalau kita terlihat menawan dan cantik, bukankah itusebuah penghargaan atas jerih payah kita dalam menjalani'ritual ke'ideal-an wanita' kita?", tanya Adinda padaku.

"Iya aku tahu kakak. Tapi aku hanya mau menegaskan bahwa tidak semua pria melihat kecantikan fisik setiap wanita, tapi ada juga yang lebih melihat inner beauty seorang wanita", sanggahku.

"Berkulit putih, bertubuh langsing, dan beraparas ayunan cantik merupakan keinginan tidak sedikit wanita yang mendahulukan penampilannya dengan berbagai alasan yang logismaupun nn logis, tapi menjadi sosok wanita ideal adalah menjadiseseorang yang tak hanya parasnya yang cantik tapi juga tuturkata dan hatinya. Cantik itu perlu, tapi bukan berarti lantas kita membatasi diri kita, bahkan terkesan menyiksa kita, tidakkah kita berakal untuk mencari solusi yang terbaik".

"Iya sih", ujar Adinda. Mom dan Adinda sesaat diam, aku tak peduli apa yang mereka lakukan dalam kebisuan itu, merenung, pasrah atau diam untukmencari sanggahan yang lain, aku tak peduli."

Sore, Anggun kita jadikan main basketnya?". tanya Andika memcahkan keheningan. Mom langsung tersenyum, pertanda aku diperbolehkan keluardengan Andika.

"Andika".

"Ya, Bu".

"Mulai besok, kamu boleh mengajak Anggun main basket, kapan pun kalian inginkan".

Thank Mom, ujarku dalam hati sembari memberi senyuman terindah yang kumiliki, lalu beranjak pergi bersama Andika.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments