Terima Kasih Cinta Pertama

By Surya R. Labetubun - June 18, 2016

Sesi Foto Bersama Setelah Berbuka Puasa
Sumber foto : Vedit Makassar

Namanya juga Ramadan, buka puasa bersama menjadi bagian yang terpisahkan dari Ramadan itu sendiri. Buka puasa bersama atau juga dikenal dengan istilah ngabuburit ini, dilaksanakan dalam berbagai lapisan masyarakat, dengan beragam jenis hubungan. Mulai dari level ngabuburit bareng keluarga dekat, bahkan sampai mengundang sanak famili.

Atau bersama rekan kerja, baik yang sedivisi sampai ke jenjang satu kantor. Bareng sahabat yang jumlahnya bisa dihitung jari, sampai ke teman-teman, yang entah, teman sejurusan ketika kuliah, teman semasa sekolah menengah atas/pertama, bahkan kala sekolah dasar. Untuk opsi teman-temanan, peluang untuk bertemu para mantan sangat besar. UhuT. Kalau sudah begini, kita berjalan saja atas nama hubungan silaturrahim saudara-saudara.

Tapi, apa jadinya jika cinta pertama Anda mengajak buka puasa bersama?

Ketika pertama kali cinta pertama saya ini menyebarkan desas-desus untuk berbuka puasa bersama. Seperti biasa, saya membangun pertahanan. Ogah tergoda dengan ajakan nyeli-nyilu sedap macam itu. Berulang kali wacana semacam itu secara massif dan terstuktur disebarkan. Setiap hari, ketika membuka halaman beranda facebook, saya menemukan jejak ajakannya selama sepekan ini.

Doi bahkan telah menentukan lokasi pertemuan. Tempatnya cukup strategis, saya mendadak ge-er, mengingat saya ini suka kesasar. Apa mungkin lokasi awal yang dipilihnya itu agar saya mudah menemukannya? Sudah begitu, hari yang tertera di undangan itu Sabtu. Aduh, kok serius begini yah, serupa ngedate pikir saya.

Lantas, sampailah cinta pertama saya ini di tingkat keseriusan maha tinggi. Doski membuat sebuah undangan yang dirancang khusus untuk acara buka puasa bersama kami. Lagi-lagi membagikannya di wall facebook. Desainnya bagus, ya iyalah, secara doski memang memiliki potensi di bidang itu. Selain itu, doski juga menyisipkan sebuah foto. Foto saat kami masih bersama. Ya tuhan, saya pun luluh.

Sayangnya, saya tidak dengan segera merespon ajakannya itu. Gengsi dong :p. Saya tetap saja memantau pergerakannya. Seberapa serius undangan dan niatan berjumpa itu baginya. Apakah hanya sebatas mengajak dengan begitu semangat, lalu hilang gairahnya persis di saat acara akan berlangsung?

Tetapi kemudian, beberapa hari yang lalu, saya meresponnya. Saya menyampaikan padanya, bagaimana jika saya memiliki waktu luang dan berencana untuk bertemu dengannya. Ini sebenarnya serupa sinyal kepada cinta pertama saya ini. Pertanda bahwa setidaknya, saya telah berpikir untuk memenuhi ajakannya itu.

Syahdan, tepat di hari ini. Beberapa jam sebelum rencana buka bersama berlangsung. Saya dengan pasti menyatakan kesiapan saya menghadiri undangan itu. Sebenarnya, sinyal yang saya berikan sebelumnya, merupakan pernyataan sikap. Saya sungguh ingin menghadiri acara itu. Sangat.

Oh iya, kalian pasti tahu betapa berdebarnya bertemu cinta pertama bukan? Sungguh, sejak semalam, saya hanya berkutat dengan tumpukan baju. Buka-tutup lemari. Memilih dan memilah mana baju yang akan saya kenakan. Apalagi, berat badan menunjukkan angka yang sudah lewat batas pemaklumannya. Mana hari ini saya mesti ke kantor dulu sampai sore menjelang. Iya, saya berencana menemui cinta pertama saya ini setelah berkutat dengan kerjaan. Wajah kucel, sekucel-kucelnya deh.

Nah, berhubung hari ini adalah Sabtu. Saya bebas mengenakan jenis baju apapun. Sabtu merupakan hari bebas baju formal. Dengan berbagai pertimbangan, meliputi berat badan, cuaca yang cerah, waktu kerja sampai sore, dan kenyamanan bergerak. Maka jatuhlah pilihan saya pada terusan hitam dan sneakers abu-abu, sepatu andalan dan warna baju kesukaan saya.

Kemudian, tibalah saya untuk bertemu dengan cinta pertama saya ini.

Jika Anda penasaran dengan namanya. Hmmm, bagaimana saya harus mengetik nama dari dua puluh tiga cinta pertama saya ini? Apakah menggunakan pola ascending atau descending? Atau membaginya berdasarkan jenis kelamin, dimana, hanya ada 3 orang saja perempuan.

Mengurutkan menurut tingkat kepintaran? Saya adalah seseorang yang sangat meyakini, bahwa semua orang terlahir pintar dengan bekal potensi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Berdasarkan kekuatan ketampanan juga sama sulitnya. Bagi saya, mereka semua rupawan. Yah, begitulah cinta. Cinta memang buta saudara-saudara. Tetapi, masih bisa bedakan mana klason roda dua dengan roda empat kok. Pan buta, bukan tuli.

Dan sebenarnya, siapa para cinta pertama saya ini? Kenapa saya bisa jatuh cinta kepada dua puluh tiga orang sekaligus? Kemudian, dengan semena-mena melabeli mereka cinta pertama.

Mereka ini adalah remaja yang telah bersama saya selama tiga tahun. Saya berpisah dengan mereka secara resmi setahun yang lalu. Mereka merupakan murid semasa saya menjadi wali kelas. Bagi saya yang ditempa di jurusan Teknik dan bukan merupakan alumni jurusan Pendidikan. Berdiri di depan mereka ini merupakan sebuah medan perang, sekaligus media pembelajaran. Senyata-nyatanya jalan pembelajaran.

Saya masih ingat, betapa cueknya saya ketika bulan-bulan pertama bersamanya. Ini adalah masa pdkt kami. Saya dan mereka tahu bagaimana seharusnya menjalani petualangan dan menikmatinya. Saya yang cuek dan mereka yang begitu beriak adalah sebuah keharmonisan. Saya bisa meledak-ledak sekaligus tertawa terbahak-bahak di hari yang sama.

Bahkan, bisa jadi, sesaat setelah kami saling menuangkan emosi negatif, saya dan mereka bisa saja langsung tertawa lepas. Kami sepakat, bahwa menjalani hubungan itu sudah sewajarkan melibatkan semua emosi. Mulai dari marah, benci, sampai pada bahagia, kasih, dan sayang. Kami juga melalui fase bohong dan jujur. Maju dan mundur. Menang dan mengalah.

Mereka adalah pasangan yang begitu ideal untuk menjalani 3 tahun itu. Mereka begitu pengertian, selalu berbahagia, tidak cepat putus asa, saling perhatian, memiliki persatuan, menghargai antar sesama, tak jarang bahkan mereka mengalah guna meredam emosi saya, padahal sayalah yang seharusnya melakukannya. Dengan bersama mereka, saya diajarkan bagaimana menikmati hidup dalam kacamata mereka. Hidup dalam kehidupan.

Jika merujuk pada penjabaran saya, maka tidak salah, kalau mereka seharusnya dilabeli sebagai cinta pertama saya bukan?

Dan kalian, terima kasih sudah menjadi cinta pertama saya.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments