Ketika Sisa Menjadi Berarti

By Surya R. Labetubun - June 28, 2011

Sumber: sesungutcute.blogspot.com
Minggu ini seperti biasa saya dan beberapa sahabat saya rutin berolahraga bersama sepekan sekali, kami memilih lokasi di pantai Losari, sekalian menikmati pemandangan laut yang terhampar luas dan angin yang berhembus lembut. Namun, berbeda dengan beberapa sahabat saya yang memilih alternatif bersepeda motor menuju tempat tujuan, saya dan 3-4 orang sahabat yang lain lebih memilih jogging menuju pantai meski jarak yang ditempuh terbilang tidak dekat, tapi tidaklah begitu melelahkan, kecuali jika itu pengalaman jogging pertama dijamin badan akan betul-betul merasakan letih dan pegal. Sesampai di pantai, kami akan berkumpul di anjungan dimana banyak juga orang-orang dengan tujuan yang sama berada di sana.


Ketika waktu menunjukkan pukul 06.30, maka senam akan segera dimulai, senam ini akan diawali dengan senam jantung sehat, sahabat pria saya sangat menanti senam ini, maklum dia seorang perokok. Senam selanjutnya menitik beratkan pada gerakan tangan dan kaki, saat saya melakukan senam ini sangat terasa betapa kakunya tangan dan kaki saya, hingga beberapa gerakan terlewatkan begitu saja. Cukup pegal juga tangan dan kaki selama melakukan senam ini, tapi justru akan membuat kaki dan tangan semakin ringan untuk digerakkan. Senam terakhir yang kami ikuti nampaknya seperti dance hip-hop, gerakannya memadukan keserasian tangan, kaki, dan badan. Gerakannya betul-betul membuat kami serasa sedang berada di dance floor di sebuah night club.

Hal yang betul-betul menyegarkan adalah ketika kami mulai kesulitan menirukan gerakan senam yang diperagakan instruktur kami, biasanya ada yang membuat gaya sendiri, atau hanya diam, lantas tertawa. Terkadang juga kami saling menggangu satu sama lain meski senam sedang berlangsung, entah bersorak atau mendorong tubuh yang lainnya. 

Berakhirnya senam hip-hop pertanda rentetan senam yang kami ikuti pada hari itupun berakhir. Meminum beberapa teguk air putih menjadi momen yang sangat berarti karena sedari tadi kami memproduksi tidak sedikit keringat. Setelah itu kami biasanya duduk menikmati hamparan laut biru di tempat yang telah disediakan dan tak perlu hitungan jam, cukup beberapa menit, entah siapa yang memulai, pun tidak ada yang mengomandoi, salah satu dari kami akan mengeluarkan handphonenya dan mulailah acara pemomtretan. Berbagai pose dan latar belakang ditelusuri, secara bergantian menjadi model dan sang photographer. Tunggu saja setelah beberapa hari dari waktu kejadian salah satu dari kami akan mulai meng-upload foto-foto tersebut di salah satu jejaring sosial dan mulai men-tag kami, pembincangan seru tak terelakkan. Keceriaan dan kebersamaan terus berlanjut saja.

Wisata kuliner menjadi kegiatan rutin setelah senam berlangsung. Para pakar kesehatan dan juga para olahragawan yang melihat aksi kami mungkin akan gemas, mana ada orang yang melakukan serangkaian senam lantas berbondong-bondong menikmati beragam makanan, bagus kalau makanan tersebut non-kolesterol. Tapi acara makan bareng tetap saja kami lakukan, justru hal ini yang membuat kami semakin memiliki waktu untuk saling bercengkrama plus acara pemotretan terus berlanjut.

Sembari menikmati santapan kami, biasanya kami menyaksikan beberapa orang sedang menikmati indahnya pertemuan mereka dengan laut, mereka berenang ke sana kemari, pun juga ada beberapa kapal yang mengapung dengan indah, beberapa alat hiburan secara berserakan lalu-lalang di lautan biru dengan beberapa orang yang mencoba menikmati laut, mungkin melepas penat, mungkin juga ingin merasakan sensasi tersendiri, bukankah ada hal yang berbeda ketika orang lain menceritakan pengalamannya dengan ketika kita mencobanya merasakan langsung.

Kegembiraan kami pun dihiasi dengan beberapa musisi jalanan, suara mereka cukup bagus dengan membawakan beberapa hits yang sedang populer, penampilan mereka juga ada yang bagus, dan bahkan gaya mereka cenderung menyerupai beberapa group band tanah air, mungkin itu group band favorit mereka, atau memang beragaya macam itu sedang tren. Pementasan topeng monyet juga menjadi salah satu atraksi yang dapt kita jumpai. Miris saya melihatnya, di satu sisi pementasan macam ini sudah sangat langkah, dikalahkan dengan permainan yang lebih populer. Di satu sisi, ekploitasi terhadap hewan berlangsung. Pun ramainya para pemulung plastik bekas botol minuman lalu-lalang mengais rejeki demi dapur agar terus mengepul. Para tukang parkir juga berseliweran, ada pria dan wanita.

Hal yang paling membuat saya sempat terdiam adalah munculnya beberapa anak yang dengan sengaja mengambil sisa kerupuk yang telah orang lain nikmati, kerupuk demi kerupuk itu mereka kumpul dan menaruhnya di sebuah kantongan plastik bening. Mereka jalan menyusuri bibir pantai, mangkok demi mangkok mereka periksa, berharap ada beberapa kerupuk tersisa untuk mereka. Mereka tidak peduli apakah kerupuk itu sudah tidak gurih lagi karena banyak bersentuhan dengan angin, tak juga peduli adanya bekas gigitan di ujung kerupuk, bahkan pada kerupuk yang terkadang sedikit basah, yang penting mereka bisa menikmati kerupuk itu. Rasanya sedih melihat itu, sesuatu yang sisa bagi kita menjadi sesuatu yang berarti bagi mereka. Sama halnya dengan saya dan sahabat saya yang begitu menikmati hari minggu kami, bahkan hari itu bagi saya menjadi hari yang sangat berharga mungkin juga berharga bagi para anak itu. Setidaknya setiap hari minggu mereka pun bisa menikmati banyak kerupuk. Kami sama-sama gembira dengan kondisi yang berbeda.

Sebuah kesadaran betapa penghargaan terhadap makanan mesti ditanamkan pada diri kita, tidak sedikit dari kita yang kesulitan menikmati enaknya makanan dalam kesehariannya, bahkan sekali dalam 24 jam pun begitu sukar.


  • Share:

You Might Also Like

0 comments