Sarabba Sucer: Tempat Nongkrong Memulihkan Stamina

By Surya R. Labetubun - October 18, 2017

Fajar (kaos biru) dan Fauzi (kaos hitam) dan beberapa pengunjung warung Rezky. | © Surya R. Labetubun

Banyak cara digunakan dalam menikmati akhir pekan. Salah satunya dengan berkumpul bersama teman lama atau rekan kerja. Sekadar menghilangkan penat selama hari kerja, atau mungkin melepas rindu dan memutar kembali kenangan konyol dan juga membahagiakan. Gelak tawa yang mengudara dan segelas minuman yang hangat dapat menjadi pilihan idaman.

Hal serupa diakui Fajar, remaja yang saya temui saat menikmati sarabba atau sara’ba di warung Rezky Sarabba di jalan Sungai Cerekang. Bersama beberapa temannya, Fajar kerap mengunjungi warung Rezky saban malam Minggu. “Dulu, sewaktu masih sekolah, setiap malam Minggu saya minum sarabba di sini. Tetapi karena sekarang sudah bekerja, baru kali ini lagi saya ke sini – warung Rezky ,” akunya.

Sekalipun semenjak kerja membuat Fajar sudah jarang minum sarabba bersama teman-temannya. Fajar mengaku bahkan sekalipun letih, dia tetap berharap dapat meluangkan waktu bersama teman-temannya. Tetapi, ada pengecualian bagi mereka yang mesti bekerja karena dapat giliran shift malam katanya.

Datang bersama Fauzi, teman semasa sekolahnya di SMA DDI Al-Irsyad Rampegading Makassar. Fajar bertutur tentang alasannya gemar mengunjungi jalan Sungai Cerekang. Selain perkara sesekali dapat nonton bareng kala ada pertandingan bola. Yang tentunya lebih seru, ketimbang menonton pertandingan bola sendirian.

Rupanya, suasana tempat minum sarabba yang terbuka dan tak ada sekat ini adalah alasan lain bagi Fajar. “Kalau nongkrong di kafe, suasananya terkadang kelewat hening. Terlalu formal buat saya dan teman-teman. Apalagi, kami kalau sudah saling bertukar cerita, jadinya ribut. Tentu saja ramai. Kalau kami ke kafe, bisa saja semua pengunjung jadinya malah menatap kami. Kaku sekali. Kalau di sini, kami bisa santai dan bebas,” jelas remaja berusia 18 tahun ini.

Tak hanya itu, harga sarabba dan gorengan yang tersedia juga sangat terjangkau, lanjutnya. Dalam sekali berkunjung, Fajar cukup merogoh sakunya guna menukar lembaran lima belas ribu rupiah sampai dua puluh ribu rupiah dengan sarabba, gorengan, dan kebahagian bersemuka dengan teman-temannya.

Segelas sarabba biasa di warung Rezky dibanderol dengan harga tujuh ribu rupiah. Sedangkan untuk sarabba susu dan sarabba telur —segelas sarabba dicampur dengan satu kuning telur ayam kampung, harganya sepuluh ribu rupiah per gelas. Bagi yang senang pada sarabba susu telur, cukup membayar empat belas ribu rupiah. Selain sarabba, di tempat ini juga menyediakan susu cokelat, teh, dan sajian kopi Toraja. Jangan ditanya berapa harga sepotong pisang goreng, ubi, dan bakwan. Semua gorengan itu dapat pengunjung nikmati dengan harga seribu rupiah per biji.

Setelah bertutur tentang ketiga alasannya, ternyata, keramahan dan kepedulian yang ditunjukkan Ibu Naomi, pemilik warung Rezky, juga menjadi salah satu ihwal penyebab Fajar dan teman-temannya betah berkunjung ke sana.

Menurut Fajar, Ibu Naomi gemar bertukar sapa dan kabar dengannya dan teman-temannya yang datang. Sekali dua kali, bahkan terlampau sering Ibu Naomi menegur Fajar dan teman-temannya kala malam telah larut. Memberitahukan agar mereka segera pulang ke rumah.

Syahdan, selain ihwal tempat bersemuka yang dipilih dengan beragam sebab. Bagi Fajar, mengunjungi jalan Sungai Cerekang juga tentang menyeruput segelas sarabba.

Kala saya bertanya apa jenis sarabba kesukaannya, Fajar mengaku bahwa dia menyukai semua jenis sarabba yang disajikan. Pilihannya berganti-ganti setiap kali berkunjung ke sana. Berbeda dengan Fauzi, disebabkan karena ketidaksukaannya pada telur. Fauzi rupanya memoklamirkan diri sebagai penikmat sarabba susu garis keras.

Fajar menambahkan bahwa kegemarannya menikmati sarabba karena baginya minuman ini sangat enak di lidahnya, favoritnya. Minuman kesukaan Fajar ini adalah minuman khas Sulawesi Selatan yang terbuat dari rebusan jahe, gula merah/gula aren, dan santan dengan sedikit merica. Beberapa orang ada yang menambahkan kayu manis, cengkeh, atau daun pandan guna meningkatkan aroma dan rasa.

Tak seperti minuman dengan cita rasa rempah semacam jamu yang pahit, sarabba yang cenderung manis ini justru diminati banyak orang. Sudah menjadi hal lumrah di Makassar saat menemukan orang menikmati segelas sarabba hangat saat musim hujan atau sedang flu dan masuk angin.

Para pekerja seperti Fajar, misalnya. Juga mengonsumsi sarabba sebagai upaya mengembalikan atau memulihkan stamina setelah bekerja. Atau sekadar menghilangkan rasa capek selepas seharian beraktivitas.

Untuk menikmati sarabba di Makassar, Anda cukup berjalan-jalan di beberapa lokasi menjelang magrib. Banyak sekali penjual sarabba di sepanjang jalan. Bahkan di beberapa warung kopi, kafe, dan hotel sekalipun, juga menyediakan minuman ini.

Jika ditanya tempat favorit meminum sarabba, banyak orang di Makassar menyukai sarabba yang ada di jalan Sungai Cerekang. Asal tahu saja, di jalan Sungai Cerekang —di sini kami cukup menyebutnya Sucer. Anda dapat menemukan banyak penjual sarabba. Sebab, sepanjang jalan ini, Anda akan dimanjakan dengan banyaknya penjual sarabba dengan beragam jenis gorengannya yang dapat Anda nikmati dengan lombok —orang Makassar mengucapkannya cobek-cobek— terasi atau lombok tumis yang lezatnya kelewatan.

Warung-warung sarabba Sucer dikenal dengan jejeran meja panjang dan kursi-kursi plastiknya, beberapa penjual ada pula yang memilih menggunakan bangku panjang yang terbuat dari kayu. Terbuka memang, justru ini yang menciptakan atmosfir kehangatan. Memungkinkan para pengunjung saling berinteraksi. Tak heran jika terkadang beberapa orang memilih untuk melakukan pertemuan kelompok di sini.

Sekalipun berpayungkan langit biru, Anda tak perlu khawatir jika, misalnya, sedang nikmat-nikmatnya menyeruput sarabba dan hujan mengguyur. Sebab, warung-warung ini juga menyediakan tenda yang siap dipasang kapan pun, saat hujan menyerang.



*Tulisan ini dimuat di www.minumkopi.com pada tanggal 23 Juli 2017

  • Share:

You Might Also Like

0 comments