Bagaimana Cening Coffee Mengedukasi Para Pelanggannya tentang Kopi

By Surya R. Labetubun - December 14, 2017

Teman serombongan saya tampak menikmati santap siangnya bersama keluarganya. | © Surya R. Labetubun

Tepat tiga bulan yang lalu, saya bersama beberapa teman kerja memutuskan menikmati akhir pekan di pulau Bali. Rombongan kami diisi oleh rekan kerja yang tak sedikit di antaranya mengajak anggota keluarga, dan yang hanya memboyong dirinya sendiri. Saya masuk ke golongan kedua.

Kami berangkat ke pulau Dewata penuh suka cita. Sebab, biaya liburan kami sungguh murah jika dibandingkan dengan beberapa promo lain yang kami temui. Sebuah kesempatan pantang ditolak, bukan?

Target jalan-jalan kami sebenarnya lebih ke menikmati liburan saja. Perkara kuliner dan kopi, yah kalau jodoh saja. Sebab, sudah menjadi rahasia umum bahwa liburan semacam ini akan dilalui dengan banyak tempat yang akan dikunjungi, sementara waktu yang tersedia sedikit. Yah, tiga hari bukan waktu panjang agar dapat betul-betul menikmati Bali secara kaffah.

Berhubung kami tiba di hari Jumat, para lelaki langsung diantar menuju masjid. Sementara rombongan perempuan, sembari menunggu waktu makan siang dan salat zuhur, sekaligus berbelanja oleh-oleh, kami dibawa ke Hawaii Bali.

Begitu sampai di Hawaii Bali, kami memutuskan bersantai dahulu. Perkara belanja akan kami tuntaskan setelah salat dan makan. Bukankah berbelanja perlu dalam keadaan super damai, biar mampu mengatasi nafsu belanja yang kadang susah dikontrol itu.

Sambil bersantai, kami bertukar sapa dengan kedua tour guide rombongan kami. Saya cepat menanyakan tempat ngopi yang enak di Bali. Beberapa tempat disebut Bli Made. Tiga tempat yang direkomendasikannya berlokasi di Ubud. Sayangnya, hari pertama kami sampai di hotel saat malam tiba, kami sudah lelah. Rasanya ingin tidur saja.

Syukurnya, semesta dapat memahami maksud hati kami. Di hari kedua, rombongan kami dijadwalkan mengunjungi Cening Ayu yang berada di jalan Raya Celuk, Kabupaten Gianyar. Tempat ini dikenal sebagai tempat produksi pie susu dan pusat oleh-oleh. Kedatangan kami dimaksudkan untuk menyaksikan langsung proses pembuatan pie. Kemudian dirangkai dengan bersantap siang dan menunaikan salat zuhur.

Awalnya, tak ada yang istimewa dari kunjungan kami ini. Semua berubah setibanya saya di Cening Ayu. Begitu sampai, saya diarahkan ke lantai dua untuk menikmati santap siang. Sedangkan bagi rekan-rekan yang ingin langsung menyaksikan bagaimana Cening Ayu memproduksi pie susunya yang enak itu, dapat menelusuri lantai satu, yang juga merupakan pusat oleh-oleh.

Lantai dua yang dimaksud tour guide kami rupanya adalah cafe. Namanya Cening Coffee Roastery and Cafe. Saya senang luar biasa. Saya dan geng tanpa babibu memutuskan menikmati makanan kami bersama kopi. Pilihan kami berbeda-beda. Bagi saya, ice americano adalah koentji. Ice americano atau tak ngopi sama sekali.

Selepas menuntaskan lapar, saya kemudian menemui salah satu barista Cening Coffee, yang rupanya adalah pemiliknya, Jaya Merta Ngurah Gede namanya. Bli Jaya ini mau saja saya minta waktunya untuk menceritakan Cening Coffee.

“Di sini (Cening Coffee) kami memiliki tujuh single origin. Ketujuhnya meliputi Aceh Gayo, Sumatra Lintong, Toraja Kalosi, Java Ijen, Bali Kintamani, Flores Bajawa, dan Bali Petang,” jelas Bli Jaya mengawali percakapan kami.

Semua kopi yang berasal dari Bali diperoleh Bli Jaya melalui distributor yang secara langsung mengambil kopi dari pengolahan kopi yang berlokasi di Kintamani. Pengolahan ini adalah tempat para petani menjual kopinya. Sedangkan untuk jenis kopi yang berasal dari luar Bali, Bli Jaya membelinya dari seorang distributor di Jakarta.

Mendengar penjelasan Bli Jaya, seketika saya bahagia. Yah, saya selalu gembira bertemu para pemilik atau pengusaha kedai kopi atau kafe yang memperoleh atau membeli kopinya langsung dari petani kopi lokal.

Sambil menyeruput kopi, saya mendengarkan Bli Jaya memaparkan konsep Cening Coffee. “Sesuai dengan motto Cening Ayu sebagai pusat belanja, produksi, dan edukasi. Di Cening Coffee, kami mengedukasi para pelanggan,” tuturnya.

Percakapan kami terhenti sejenak tepat ketika di depan saya seorang barista sedang khusyuk membuat secangkir coffee latte. Bli Jaya malah membolehkan saya mendokumentasikan atraksi baristanya.

Lebih lanjut, Bli Jaya kemudian menjelaskan proses edukasi yang dilakukannya selama ini. Kafe yang dibuka sejak akhir Agustus tahun 2014 ini terbiasa menerima kunjungan dari berbagai pihak, pengunjung yang memang punya ketertarikan pada kopi.

Biasanya, para tour guide lebih dulu akan memberikan informasi ke pihak Cening Coffee tentang rencana kunjungan sebuah rombongan. Lantas, Bli Jaya dan tim akan menyiapkan materi perihal kopi. Saat mempresentasikannya, tim Cening Coffee tak melulu membahas ihwal jenis-jenis kopi yang mereka miliki, tapi juga mengajarkan bagaimana cara membuat kopi, mulai dari bean di-roasting sampai kopi tersaji di gelas.

“Perwakilan dari setiap rombongan, satu atau mungkin beberapa orang akan diajarkan secara langsung membuat kopi, sisanya dipersilahkan mendokumentasikannya,” jelas bli Jaya.

Percakapan kami tiba-tiba dipotong oleh suara seorang teman. Katanya, rombongan kami diminta untuk segera berkumpul di lantai satu.

Saya memutuskan menutup pembahasan kami dengan menanyakan lama durasi untuk setiap kunjungan tersebut. Bli Jaya menjawab, bahwa setiap kunjungan diberikan waktu selama 45 menit, dengan biaya nol rupiah.

“Gratis, Bli?” Tanya saya setengah tak percaya.

Iya, jawabnya. Itu (mengedukasi pelanggan) memang konsep kami, ini yang membedakan kami dengan kafe yang lain.

Aduh, sayang sekali, rombongan saya tidak dalam rangka kunjungan ke kafe yang mulai beroperasi sejak pukul 8 pagi sampai 6 sore ini.







*Tulisan ini pertama kali terbit di www.minumkopi.com

  • Share:

You Might Also Like

0 comments